Aku dan Siluman Kodok
Oleh: Hamdi Putra Ahmad
CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga
Entah apa yang menimpa diriku, tepat
satu bulan yang lalu sebuah kejadian aneh terjadi. Kala itu tempat tinggalku,
Pondok Pesantren LSQ Ar-Rahmah, dilanda musibah banjir. Letak asrama kami yang
sejajar dengan permukaan sawah menyebabkan genangan air hasil hujan deras
berhari-hari memasuki pekarangan pondok bagian belakang. Semakin hari genangan
air itu semakin tinggi. Hingga akhirnya semua kamar yang berada di bagian
belakang pondok tergenang air, tepatnya air sawah.
Keadaan tersebut memaksaku dan
sebagian teman yang lain untuk berhijrah ke tempat yang lebih kondusif. Pilihan
ku jatuh ke kamar yang sering dijuluki dengan LSQ loro (baca: Dua). Meskipun sama-sama
bergelar LSQ, tampaknya nasib LSQ loro lebih beruntung daripada nasib LSQ siji (baca: Satu) yang
jika ditimpa hujan deras sehari saja bisa menciptakan danau buatan berukuran
mini. Namun demikian, keadaan itu tak mengurangi rasa cintaku terhadap LSQ
siji. Di satu sisi memang LSQ siji kurang beruntung dari LSQ loro. Namun
ke-kurangberuntung-an tersebut sifatnya hanya kondisional, yaitu jika terjadi
hujan lebat saja. Dan ku pikir ke-kurangberuntung-an LSQ loro dibanding LSQ
siji lebih banyak dan bersifat statis (kekal abadi selamanya).
LSQ loro itu letaknya sangat jauh
dari masjid, sehingga untuk bisa melangkahkan kaki dan mengayunkan tangan kesana perlu perjuangan dan tekad yang sangat kuat. Selain modal fisik yang kuat,
juga dibutuhkan kesungguhan hati. Itu yang pertama. Sedangkan
ke-kurangberuntung-an yang kedua adalah, letaknya yang juga jauh dari pendopo.
Kalau bahasa minang nya itu artinya balai. Sebuah ruangan terbuka yang
biasanya digunakan untuk tempat mengaji. Di sana lah semua kegiatan akademik
santri dilaksanakan. Mulai dari ngaji kitab hingga setoran hafalan.
Berbeda dengan kami yang di LSQ siji yang berjarak hanya beberapa meter saja
dari pendopo. Sehingga lagi-lagi, kekuatan ekstra sangat dibutuhkan oleh
mereka yang berada di LSQ loro. Itu hanya penialain ku. Semoga saja sesuai
dengan apa yang mereka rasakan.
Kembali ke pembicaraan inti,
tepatnya siluman kodok. Kala itu, genangan air yang masuk ke kamarku sudah
melebihi mata kaki. Genangan itu ternyata juga masuk ke lemari ku. Meskipun
sebelumnya sudah tertutup rapat, ternyata adanya sela-sela antara pintu dan
pinggiran lemari ku memungkinkan masuknya air. Namun tentu saja sela-sela yang
sekecil itu tak memungkinkan seekor induk kodok masuk ke dalamnya. Tapi
anehnya, setelah membuka pintu lemari yang sebelumnya sudah tertutup rapat, aku
dikejutkan dengan penemuan sesosok induk kodok yang dengan gagahnya tengah
berdiri di atas sebuah kardus sepatu yang terdapat di lemari bagian bawah. Aku
benar-benar tak habis pikir dengan kehebatan si kodok menembus kerapatan
lemariku. Apa mungkin itu adalah siluman kodok yang dikirim untuk menakut-nakuti
ku? Ah, rasanya tidak mungkin. Atau mungkinkah itu adalah hasil pertumbuhan
sebutir telur kodok yang pernah masuk ke lemariku? Ya bisa saja sih. Tapi
lemariku kan tak sekotor itu.
Jujur saja aku termasuk orang yang
kurang bersahabat dengan kodok. Selain bentuknya yang mirip katak, dari kecil
aku memang tak terbiasa menangkap kodok. Kalau ketemu kodok, ya aku diam dan
membiarkannya melakukan aktifitasnya. Asalkan ia tidak mengencingiku. Karena
banyak orang yang bilang jika terkena kencing kodok akan menyebabkan buta. Ya,
aku tak tahu benar atau salahnya. Wallaahu a’lam lah. Namun intinya, saat
menemukan kodok di lemariku saat itu, aku tak mau berpikir panjang. Dengan
bermodalkan bismillah, aku membiarkan kodok itu berada di dalam dan mengunci
kembali pintu lemari. Saat itu aku tak memikirkan dosa lagi. Toh kalau si kodok
mengalami sesak nafas atau kejang-kejang, pasti akan keluar sendiri. Salah
sendiri mengapa masuk ke lemariku lewat jalan yang tak disangka-sangka. Begitu
batinku. Namun demikian, aku tetap yakin kalau kodok itu pasti akan mati di
dalam.
Tiga hari pun berlalu. Hujan yang
lebat itu berangsur reda. Kamar kami sudah tidak tergenang air lagi. Aku pun
kembali ke kamar dan membereskan barang-barang yang berserakan. Setiba di
kamar, ingatanku langsung tertuju ke kodok terkurung di lemari tiga hari yang
lalu. Segera ku membuka lemari yang masih dalam kondisi tertutup rapat. Dan
setelah membuka pintu lemari, aku sama sekali tidak melihat kodok itu di atas
kardus sepatu tempat ia bertengger tiga hari yang lalu. Segera saja ku mencari
mayat si kodok ke seluruh bagian lemari sembari membongkar satu persatu barang
yang ada di dalam. Dan ternyata, aku tak menemukan si kodok. Jangankan mayat,
kodok nya saja tidak ada. Aku juga tidak mencium bau bangkai sama sekali. Ah,
aku masih belum percaya dengan keanehan ini. Segera ku periksa seluruh sisi
lemari, apakah ada lubang yang memungkinkan si kodok untuk keluar-masuk. Dan
ternyata tak ada lubang sama sekali. Yang ada hanyalah sela-sela kecil antara
pintu lemari dan pinggiran lemari yang mustahil untuk diterobos Benar-benar tak
masuk akal!
Kala itu aku benar-benar tak habis
pikir. Mungkinkah si kodok hanyalah jelmaan?
Aku tak tahu. Dan peristiwa itu membuatku mulai percaya dengan hal-hal
berbau mistis. Mungkin ini bisa dikaitkan juga dengan kekuasaan Tuhan, yang
dalam bahasa Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab tafsirnya Marah Labid disebutkan
bahwa peristiwa munculnya kodok secara tiba-tiba merupakan salah satu bentuk
peringatan dari Tuhan kepada salah satu kaum yang ingkar dari kalangan Bani
Israil. Lha, benarkah? Apa aku seingkar kaum bani Israil? Na’udzubillaahi min
dzalik. Semoga saja tidak. Tapi tetap saja peristiwa itu mengingatkanku dan
kita semua bahwa semua hal bisa saja terjadi dengan izin Tuhan, dan semua ini
juga membuktikan kebenaran sebuah firman
Allah yang berbunyi, “kun fa yakun!”. Wallaahu a’lam bi
al-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar