Ramadan telah
berlalu meninggalkan duka dan pilu bak disayat sembilu. Bagaimana tidak? bulan
Ramadan yang penuh berkah dan keistimewaan telah beranjak pergi. Semua keistimewaan yang hanya ada di bulan
nan mulia itu kini harus menemui ujung. Tidak ada lagi keberkahan malam
lailatul qadar, tidak ada lagi puasa
sebulan penuh, tidak ada lagi tarawih. Ramadan akan digantikan dengan bulan
Syawal yang khas dengan hari raya Idul Fitri.
Terdapat
beragam penafsiran mengenai arti dari kata Idul Fitri. Kata Id berasal dari kata
‘aada-ya’uudu yang artinya kembali, sedangkan fitri bisa berarti berbuka
puasa untuk makan dan bisa juga diartikan
suci. Kata fitri yang bermakna berbuka puasa diambil dari akar kata ifthar
(sighat mashdar afthara-yufthiru). Oleh karena itu pada saat hari raya Idul
Fitri 1 Syawal Allah mensunahkan makan dan minum sebelum hendak melaksanakan
salat id, meskipun makan atau minum itu hanya sedikit. Hal itu merupakan tanda
bahwa hari raya Idul Fitri adalah waktu untuk berbuka dan bahkan haram berpuasa
di hari itu.
Idul Fitri, kembali ke fitrah begitu sebagian
orang menyebutnya adalah suatu hari raya yang diagungkan umat Islam selepas
menjalankan ibadah puasa Ramadan selama sebulan penuh. Kembali fitri atau
kembali suci berarti kembali bersih jiwa dan raga setelah sebulan penuh menahan
diri dari hal-hal yang diharamkan. Tidak hanya menahan diri dari hal-hal yang
diharamkan saja, bahkan makan dan minum yang pada awalnya dihalalkan juga harus
ditahan hingga azan magrib berkumandang. Setelah sebulan lamanya menahan diri, saat hari raya Idul Fitri inilah kita
bisa dianggap kembali suci layaknya bayi. Hal itu jika kita menjalankan puasa
serta ibadah-ibadah lainnya dengan sepenuh hati serta menjauhi dosa.
Hari kemenangan
telah tiba. Seluruh umat Islam menyambut dengan riang gembira. Tapi coba kita
renungkan kembali apakah sebenarnya hakikat dari hari kemenangan itu. Hakikat
dari hari raya Idul Fitri sendiri dapat kita pahami jika kita mengerti apakah
sebenarnya tujuan dari puasa di bulan Ramadan. Tujuannya adalah untuk
menjadikan hamba bertakwa. Jadi makna utama yang harus kita renungkan dari hari
raya Idul Fitri adalah bagaimana ibadah puasa itu dapat menjadikan kita hamba
yang bertakwa serta menjauhkan diri dari dosa. Sebab kebanyakan orang hanya
menjadikan Ramadan sebagai saat untuk menjeda dosa, bukan sebagai ajang latihan
diri untuk terus-menerus menjauhi dosa. Setelah ditempa selama sebulan penuh
maka sia-sia saja jika selepas bulan Ramadan kita tidak menjadi lebih baik dari
bulan-bulan sebelumnya.
Hari raya Idul
Fitri sendiri harus dimaknai secara positif. Tidak dimaknai dengan hal-hal yang
berlebihan seperti menghambur-hamburkan uang untuk berbelanja. Terdapat beragam
cara untuk menjadikan hari raya ini menjadi lebih bermakna, baik dengan
silaturahmi ke sanak saudara, berziarah kubur, ataupun dengan berkumpul dengan
keluarga. Semoga dengan momen hari raya ini amalan-amalan kita diterima oleh
Allah, sehingga menjadikan batu lonjakan untuk menjadi hamba yang bertakwa. Taqabbal
Allahu minna wa minkum shiyaamana wa shiyaamakum, semoga Allah
menerima amalan saya dan amalan kamu, amalan puasa saya dan puasa kamu.(Akr)
0 komentar:
Posting Komentar