Demonstrasi, Makhluk apakah itu ?
Oleh : Muhammad Wahyudi
yudiana026@gmail.com
Tulisan ini berawal dari kebimbangan pikiran yang penulis rasakan
di semester awal ketika melihat aksi demonstrasi yang sering terjadi di kampus
yang ia tempati. Tidak sedikit mahasiswa yang merasa bahwa demonstrasi adalah
hal yang sia-sia, bersifat anarkis dan “sangat tidak berpendidikan”. Seorang
mahasiswa tidak seharusnya terlalu ikut campur dengan dunia perpolitikan dan
kenegaraan, apalagi sampai mengikuti aski demonstrasi, karena tugas seorang
mahasiswa adalah belajar, belajar dan belajar. Kurang lebih begitu yang penulis
pikirkan tatkala baru masuk ke dalam dunia kampus. Namun mengapa masih ada
segelintir mahasiswa yang mengikuti aksi demonstrasi ? apakah mereka tidak
merasa bahwa aksi demonstrasi tidak mencerminkan kesan “intelek” yang melekat
pada diri seorang Mahasiswa? Mari kita renungkan siapakah yang disebut sebagai
seorang Mahasiswa ?
Indonesia memiliki
banyak istilah untuk penyebutan orang yang sedang menempuh studi, ada pelajar, murid
, siswa dan mahasiswa. Tentunya perbedaan nama, bukanlah hanya untuk membedakan
penyebutan tanpa ada makna dibaliknya. Mari kita uraikan satu persatu dari
keempat istilah tadi. Kata pelajar
seringkali dilekatkan pada seorang anak yang sedang menempuh pendidikan formal
baik di tingkat SLTP maupun SLTA. Pelajar memiliki arti orang yang menerima
pengajaran. Kemudian murid, kata ini berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata arada
yuridu iradan muridun yang bermakna orang yang memiliki kehendak, keinginan
dan tujuan. Oleh karena itu, seorang murid haruslah memiliki keinginan untuk
selalu mengembangkan dirinya.
Selanjutnya adalah
kata siswa, ada pendapat yang menyatakan
bahwa siswa berasal dari bahasa jawa, yaitu wasis yang berarti pintar dan
pandai. Kata wasis dibalik menjadi siswa yang pada saat ini memiliki arti
hampir sama dengan murid, yaitu siswa sebagai orang yang pandai dan murid
sebagai orang yang memiliki kehendak yang besar untuk mengupgrade kapasitas
dirinya. Bagaimana dengan mahasiswa ? Mahasiswa berasal dari dua kata, yaitu
maha dan siswa. Maha memiliki arti besar, agung dan kuat. Sehingga apabila kata
maha digabungkan dengan kata siswa maka akan menjadi Mahasiswa yang memiliki
makna sebagai siswa yang tinggi. Oleh
karenanya seorang mahasiswa dalam menempuh studinya berada di perguruan tinggi.
Namun ada satu hal yang menjadi catatan, bahwa semakin tinggi seseorang, maka
akan berbeda pula tanggung jawabnya. Hal demikian juga berlaku bagi seorang
siswa yang memiliki gelar maha.
Perguruan Tinggi
tentu berbeda dengan dunia sekolah. Mahasiswa juga berbeda dengan siswa. Di Perguruan
Tinggi, terdapat visi, misi dan tanggung jawab yang dipikul oleh seluruh elemen
yang berada di bawah naungannya, baik itu dosen ataupun mahasiswa. Tanggung
jawab tersebut adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi. Istilah tersebut, pertama
kali penulis dengar ketika menjadi mahasiswa baru yang masih unyu-unyu
dan hilang dari pikiran entah kemana tatkala telah disibukkan dengan banyaknya
tugas di perkuliahan. Penulis baru ingat dengan istilah tersebut ketika merenungkan
identitas diri sebagai agent of change. Berikut uraian sekilas apa saja Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
1.
Pendidikan dan Pengajaran
Pilar utama
dari Tri Dharma Perguruan tinggi adalah pendidikan dan pengajaran. Karena
seorang mahasiswa dituntut untuk menjadi agen perubahan yang tentunya memiliki
kapasitas keilmuan yang memadai. Dharma ini tidak hanya berhenti dalam menerima
ilmu, namun mahasiswa juga harus meneruskan ilmu yang didapatkannya kepada
orang lain (transfer of knowledge).
2.
Penelitian dan Pengembangan
Ilmu yang
diperoleh mahasiswa haruslah dikembangkan, karena berbagai teori yang ia
dapatkan di perkuliahan tidak final sampai titik tersebut. hal inilah
yang mendasari perbedaan antara siswa yang hanya memperoleh ilmu dengan
mahasiswa yang memperoleh berbagai teori, lalu dilanjutkan dengan pengembagan
dan penelitian terhadap berbagai teori yang ia dapatkan.
3.
Pengabdian Masyarakat
Poin terakhir
dari tiga dharma inilah yang seringkali mahasiswa abaikan, yaitu pengabdian
masyarakat. Seorang mahasiswa yang notabene sebagai agent of change
tentunya harus memliki kontribusi yang jelas untuk masyarakat. Apapun
fakultasnya, prodinya, seorang mahasiswa harus ikut andil dalam upaya
pengabdian masyarakat, bukan besikap acuh tidak acuh (apatis) terhadap gejala
sosial yang ada di sekitarnya.
Dari uraian
sekilas perihal Tri Dharma Perguruan Tinggi, kita dapat melihat bahwa aksi
demonstrasi bukanlah sebuah hal “haram” bagi seorang mahasiswa. Hemat saya, demonstrasi
merupakan hal yang wajar dalam dunia demokrasi dan pendidikan modern. Dalam
beberapa kasus tertentu, aksi demonstrasi meruapakan “keharusan” bagi seorang
mahasiswa dalam upaya pengabdian terhadap masyarakat. Seorang mahasiwa harus
“peka” terhadap fenomena sosial, politik, ekonomi dan berbagai bidang lainnya,
karena mereka terikat dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang membedakan kehidupan
di sekolah dengan kehidupan di Perguruan Tinggi.
Lebih lanjut,
haruskah mahasiswa berdemo ? apakah aksi demonstrasi yang bersifat anarkis
dapat dibenarkan ? jawaban dari pertanyaan diatas tidak sesederhana mengucapkan
ya atau tidak. Karena kita harus melihat apa yang ada di balik suatu kejadian.
Mahasiswa seringkali menafsirkan aksi demostrasi sebagai bentuk pengabdian
masyarakat dalam menanggapi fenomena ketimpangan sosial yang mereka lihat. Lalu
perihal demonstrasi yang anarkis, hal ini seringkali disebabkan sifat mahasiswa
yang tidak stabil dan sering meledak-ledak amarahnya. Alasan lain, karena
kebebalan pemerintah yang bersikap apatis terhadap nasib masyarakat.
Dalam sejarah
Indonesia, tercatat bahwa Soekarno pernah diculik oleh para “mahasiswa” untuk
segera mendeklarasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Lalu pada masa
selanjutnya, Mahasiswa lah yang menurunkan Soekarno dari kursi orang nomor satu
di negri ini, hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi yang terjadi pada saat
itu. Hingga pada tahun 1998, sejarah menyebutkan bahwa ribuan mahasiswa dari
berbagai penjuru negeri memadati ibu kota jakarta dan menduduki gedung DPR
untuk menurunkan rezim orde baru. Dengan melihat sejarah, kita dapat mengetahui
bahwa mahasiswa “dulu” sangatlah peka terhadap realitas sosial yang ada di
sekitar mereka, sehingga Mahasiswa memiliki andil yang besar dalam dinamika perpolitikan
di Indonesia. Apapun kontroversinya, seyogyanya bagi seorang Mahasiswa memiliki
kepekaan yang kuat dan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Akhirnya, tulisan ini hanya memberikan ulasan semata, tanpa
menjustifikasi suatu tindakan itu benar atau salah. Karena dalam menanggapi
suatu tindakan, harus dilakukan usaha pemahaman yang mendalam, agar tidak mudah
menilai salah terhadap suatu tindakan tersebut. Terutama dalam aksi demonstrasi
yang terkadang anarkis, kita harus menanggapinya dengan arif dan bijak. Tidak
seharurnya Mahasiswa yang tidak ikut berdemo menjudge tindakan tersebut sebagai
“keharaman” yang tidak patut dilakukan oleh seorang mahasiswa, karena
beranggapan bahwa satu-satu tugas mahasiwa ialah belajar. Mari kita renungkan bersama
bahwa menjadi seorang Mahasiswa ialah layaknya “anak laki-laki” menjadi “Pria”
dan “anak perempuan” menjadi “Wanita”. Salam Mahasiswa !!! Salam Pergerakan !!!
0 komentar:
Posting Komentar