Refleksi
Hari Lahir Pancasila
(Perekat Keutuhan Bangsa dan Negara)
Oleh : Mas'udah
CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga
Sejarah telah mencatat
tepatnya 72 tahun silam di detik-detik penetapan falsafah bangsa Indonesia. Beberapa
tokoh negeri ini menyuarakan pendapatnya mengenai rumusan
sila yang membentuk falsafah bangsa. Mr .Muhammad Yamin mengemukakan gagasan
pada 29 Mei 1945 dan dilanjutkan oleh Mr. Supomo pada tanggal 31 Mei 1945. Masing-masing
memiliki ciri khas dalam setiap sila yang mereka ungkapkan sebagai landasan
dasar pemikiran tokoh. Hingga akhirnya pada tanggal 1 Juni 1945 tiba
giliran Ir.Soekarno menyampaikan gagasan
terkait sila yang menjadi esensi dari falsafah bangsa kita. Berdasarkan
keputusan mufakat dan atas usulan Bapak Proklamator Bangsa Indonesia itulah
tercetus sebuah nama yang menjadi identitas bangsa, "Pancasila".
Panca yang berarti Lima dan sila yang berarti dasar. Sehingga
dasar-dasar yang lima tersebut terangkum dalam sebuah nama yang kini kita kenal
dengan Pancasila. Adapun rumusan yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno adalah Kebangsaan
Indonesia, Perikemanusiaan
atau Internasionalisme, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial,
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sejarah 1 Juni di tahun
45 telah berlalu dan kini bangsa Indonesia menapaki 72 tahun sejak berlalunya
peistiwa yang terkenang dalam sejarah bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia
berbondong-bondong turut serta menyambut kedatangan hari kelahiran pancasila
dengan berbagai seremonial. Di
lingkungan sekolah misalnya, upacara menjadi tardisi yang melegenda menyambut hari
kelahiran pancasila. Teriakan slogan
dan semboyan yang bertajuk kembali kepada
pancasila turut mewarnai di hari itu. Apa sejatinya makna esensial yang dapat diambil pada setiap even ini?
Jika kembali merenungi sila-sila
yang membangun pancasila mulai dari sila pertama hingga kelima, bukan tanpa
maksud dan tujuan pendiri bangsa ini
mencetuskannya. Kandungan nilai-nilai yang menjiwai setiap sila memiliki
arti penting bagi setiap individu memaknainya secara mendalam. Secara lahiriah
mungkin ia hanya deretan tulisan hasil para pahlawan yang kini terbingkai indah
dan tertempel di dinding-dinding ruangan. Namun meneropong lebih jauh, makna
batiniah yang menjiwai setiap silanya itulah yang patut menjadi lirikan dan
kerja nyata dari bangsa Indonesia. Ia
tidak mati namun tidak dapat juga dikatakan hidup dengan sendirinya. Ia butuh
instrumen yang menjadi penggerak nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
silanya.
Sejauh manakah bangsa
kita mengaplikasikan nilai-nilai yang tercermin dalam Pancasila kualitas sila
pertama hingga kelima. Memotret pada masa kini, seiring berjalannya waktu, arus
teknologi semakin canggih mewarnai negeri ini. Sejarah yang telah tertoreh di
masa lalu seakan hanya menjadi kenangan tergilas zaman. Sebagai bangsa yang
utuh, simbol kebhinekaan menjadi tonggak keutuhan yang sangat penting. Memiliki
rasa kebersamaan akan kesamaan latar belakang sejarah yang luas, kini terasa
semkin sempit. Masing-masing membuat
forum atas nama agama, ras, suku, dan
budaya. Saling mengucilkan antara yang
satu dengan yang lainnya, mementingkan golongan diatas publik. Melihat nilai
aksiologis yang terkandung dalam sila ketiga, sepatutnya kembali mendalami
makna yang terkandung di dalamnya. Negara yang multikultural ini tidak akan menjadi satu tanpa kesadaran setiap jiwa
bangsanya. Yang menjadi latar belakang persatuan hanya kesamaan sejarah di masa
lalu yang selanjutnya telah hilang bersamaan dengan merdekanya negara
Indonesia. Tolok ukur apalagi yang akan menyatukan perbedaan
dalam bangsa ini jika tidak kesadaran bangsa Indonesia akan antusiasme pemaknan yang lebih mendalam
pada nilai-nilai yang menjiwai setiap sila dalam pancasila.
Falsafah bangsa yang agung ini tidak hanya akan didiamkan teronggok di deretan dinding-dinding ruang kelas dan gedung-gedung pemerintahan. Namun lebih jauh, bangsa ini diharapkan memiliki kepekaan yang mendalam untuk merefleksikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai bentuk apresiasi terhadap para tokoh bangsa dan kecintaan terhadap tanah air Indonseia. Setiap bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.
Falsafah bangsa yang agung ini tidak hanya akan didiamkan teronggok di deretan dinding-dinding ruang kelas dan gedung-gedung pemerintahan. Namun lebih jauh, bangsa ini diharapkan memiliki kepekaan yang mendalam untuk merefleksikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai bentuk apresiasi terhadap para tokoh bangsa dan kecintaan terhadap tanah air Indonseia. Setiap bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.
0 comments:
Post a Comment