Oleh: Nadyya Rahma Azhari
Tahun baru
Hijriyah merupakan tahun baru Islam. Agama Islam tentunya mempunyai pola
penanggalan tersendiri yang berbeda dengan sistem penanggalan lain. Tahun
Hijiriyah dalam Islam tidak terlepas dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW,
hingga tahun itu dijadikan sebagai tahun pertama dalam penanggalan Hijriyah.
Berdasarkan pola pergerakan bulan, umat Islam menggunakan penanggalan Hijriyah
untuk menandai kejadian-kejadian penting Islam.
Kaitan
penanggalan Hijriyah dengan hijrahnya Nabi tentu saja menjadi satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Jika dipandang secara kasat mata, proses hijrah
mungkin hanya dianggap sebagai suatu perjalanan dakwah atau perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sahabatnya dari
kota Mekkah ke Madinah. Kita lebih cenderung memperingati itu sebagai suatu
strategi dakwah yang dilakukan Nabi atas perintah Allah. Bahkan mungkin ada
yang menganggap bahwa hijrah tersebut dilakukan karena dakwah yang dilakukan di
kota Mekkah tidak berjalan dengan lancar.
Memang tidak
salah jika menyebut hijrah sebagai strategi dakwah. Terang saja, dakwah yang
dilakukan di Madinah menghasilkan
pemeluk ajaran Islam lebih banyak
daripada dakwah di kota Mekkah. Dakwah di Mekkah yang kurang lebih selama tiga
belas tahun tidak menghasilkan pengikut yang lebih banyak dari Madinah.
Semenjak di Madinah pun, Islam berhasil membentuk struktur pemerintahan yang
sesuai dengan syari’at Islam. Perkembangan Islam begitu pesat saat berada di
Madinah. Namun jika ditinjau lebih jauh, hijrah
memiliki makna yang lebih dalam dari hanya strategi dakwah.
Kurang lebih
selama tiga belas tahun berdakwah di Mekkah, Rasulullah telah menggunakan
berbagai metode dakwah, mulai dari sembunyi-sembunyi hingga terang-terangan.
Mulai berdakwah dari kerabat dekat sampai secara terang-terangan menyeru
seluruh masyarakat Mekkah. Namun dakwah Rasul selalu saja mendapat tentangan
dari masyarakat kota Mekkah. Berbagai hal pun mereka lakukan untuk menentang
dakwah Rasul. Hingga tidak banyak yang mengikuti ajaran Islam.
Meskipun
ditentang dengan berbagai cara, Rasulullah dan para sahabat beliau tetap sabar
dan menyebarkan Islam dengan lemah lembut tanpa ada paksaan. Setelah beberapa
tahun melihat perkembangan dakwah yang semakin sulit, Allah pun menurunkan
perintah untuk berhijrah ke Madinah. Salah satu alasan hijrah ini tentu saja
melihat pada kondisi Madinah yang lebih terbuka terhadap Islam. Banyak dari
masyarakat Madinah yang telah datang ke Mekkah menemui Rasul untuk diislamkan.
Namun dalam peristiwa hijrah ini sebenarnya Allah juga mengajarkan toleransi
kepada umat islam.
Pada saat
mengajak seseorang atau menasihati, kita harus senantiasa mengajaknya denga
lemah lembut dan sabar.Seperti yang dilakukan Rasul, tetap sabar selama tiga
belas tahun berdakwah tanpa bersikap kasar. Setelah lama kita mengajak
seseorang untuk beriman kepada Allah namun dia masih tetap tidak beriman, maka
kita tidak berhak memaksanya. Itulah yang Rasul ajarkan dari peristiwa hijrah.
Setelah lama berdakwah pada masyarakat Mekkah, penduduk Mekkah tetap bertahan
dengan ajaran yang mereka anut. Maka Rasul memulai dakwah di tempat lain tanpa
memaksa penduduk Mekkah untuk mengikuti ajaran Allah. Bahkan setelah memimpin
Madinah pun, Rasullah tidak memaksa penduduk Madinah yang tidak mau memeluk
Islam. Namun Rasul tetap membuat perjanjian dengan masyarakat yang tidak mau
memeluk Islam tersebut. Hal ini membuktikan bahwa rasulullah tidak
mengesampingkan orang lain hanya karena berbeda keyakinan.
Dalam era
modern ini, hendaknya kita mencerminkan apa yang telah Rasullah ajarkan kepada
kita, terutama dalam hal toleransi beragama. Ketika kita mengajak orang untuk
meyakini apa yang kita yakini, kita harus sabar, bersikap lemah lembut, dan
tidak memaksa. Sehingga jika kita benar-benar mengaplikasikan apa yang
dicontohkan Rasulullah maka tidak akan ada lagi pertengkaran antara umat
beragama. Karena dalam berdakwah, bukan hanya keyakinan yang harus benar,
tetapi cara meyakinkan orang lain juga harus benar.
0 komentar:
Posting Komentar