Oleh Pena Macet
I’am Sahraza merupakan salah
satu novel best seller yang ditulis oleh dua pasangan sejoli Hanum
Salsabila Rais dan Rangga Almahendra. Tak berhenti pada karya mereka
sebelumnya, 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika yang juga merupakan karya fenomenal
dan best seller, mereka kembali melanjutkan cerita perjalanan hidupnya
melalui coretan-coretan kecilnya yang menjadi sebuah karya besar, juga tak
sedikit memotivasi masyarakat Indonesia. I’am Sahraza merupakan kisah nyata
perjuangan kedua pasangan tersebut untuk mendapatkan buah hati.
Novel ini menceritakan setiap
perjalanan
hidup mereka setelah menikah. Tantangan yang harus mereka hadapi dalam awal
perjalanan rumah tangganya adalah ketika mereka harus menentukan pilihan yang
kiranya cukup berat untuk diputuskan, yakni ketika Rangga harus melanjutkan
studinya ke Austria, sementara Hanum sedang berada di puncak karir impiannya
menjadi presenter TV. Hingga akhirnya Hanum memutuskan untuk melanjutkan
perjalanan hidupnya untuk ikut bersama suaminya ke Austria.
Saat masih berada di luar negeri,
Hanum mengikuti program inseminasi yang ditangani dokter lulusan kampus
terkemuka Eropa. Beberapa kali program tersebut diikuti, namun pada akhirnya
harapan mereka musnah ketika Hanum mengalami haid. Selanjutnya, ketika mereka kembali
ke Indonesia, kembali mencoba
untuk memiliki buah hati, kali ini mereka mencoba program bayi
tabung. Hingga berkali-kali mencoba dengan mengorbankan banyak hal termasuk
harta juga fisiknya yang merasakan sakit bertubi-tubi oleh tusukan jarum, namun
belum juga menaklukan faktor X yang membuat Hanum tidak bisa mengandung secara
alami.
Orang tua Hanum juga selalu
memberikan kekuatan terhadap anaknya dengan memberi semangat juga doa dan
solusi yang harus Hanum lakukan untuk bisa memiliki buah hati. Di antara sanak
saudara kandunganya yang telah menikah, Hanum lah yang harus melewati waktu
yang sangat lama untuk mendapatkan buah hati. Namun begitu, Hanum, Rangga juga
keluarganya tak lelah untuk selalu berusaha dan menaruh harapan pada Tuhan.
Mereka percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan karunia serta rahmatnya kepada
mereka. Finally, harapan itu terjawab, Tuhan menghadirkan sang buah
hati, Sahraza, dalam kehidupan mereka.
Dalam novel ini tertulis bahwa
dimana ada harapan di situ ada kehidupan. Selagi manusia memelihara harapannya
dengan terus berusaha dan berserah diri kepada Tuhan, maka harapan itu akan
tumbuh menjadi bagian dari kisah kehidupan kita. Harapan selalu berkesinambungan dengan rasa kecewa.
Namun, kecewa hanya muncul ketika usaha tidak ditingkatkan dan hanya merasa
percaya diri akan mendapatkannya. Sebaliknya, ketika harapan selalu dibarengi
dengan usaha dan doa yang gigih, kecewa akan hanya menjadi bayang-bayang yang
takkan kunjung datang. Hidup bukan hanya untuk belajar di bangku sekolah atau
instansi pendidikan, namun juga belajar dari pengalaman hidup dan nilai-nilai
kehidupan secara reflex.
Banyak hal yang bisa kita petik dari
novel ini. Salah satunya adalah bahwa manusia harus selalu berusaha dan yakin
bahwa ada Tuhan yang akan mewujudkan keinginan kita selagi kita terus berdoa,
berusaha juga berserah diri. Kita tergantung apa yang kita pikirkan. Keep
Fighting for the Real Life! (well)
0 komentar:
Posting Komentar