Setelah kurang lebih
tujuh bulan kita perang melawan pandemi covid-19 dan hidup berdampingan dengan ragam
isu yang menghiasinya, kini kita kembali dihadapkan pada masa-masa genting dengan adanya aksi turun jalan secara serentak di hampir seluruh
penjuru tanah air. Aksi ini dilakukan sebagai ekspresi penolakan terhadap
disahkannya RUU Omnibus Law pada tengah malam tanggal 5 Oktober 2020.
Berbicara tentang aksi sepertinya tidak akan pernah ada habisnya, sebuah
aksi tersebut akan terus lahir dari masyarakat sebagai ekspresi kritis terhadap
kebijakan-kebijakan yang dinilai merugikan rakyat. Melalui aksi, masyarakat menyampaikan aspirasi berupa
tuntutan dan berharap akan ada dampak yang lebih baik melalui apa yang mereka
tuntut. Entah itu aksi turun jalan maupun pernytaaan sikap dan lain sebagainya
Aksi penolakan terhadap
disahkannya RUU tersebut terjadi dimana-mana. Seperti yang telah kita ketahui
bersama bahwa yang dipermasalahkan adalah undang-undang yang katanya merugikan
kaum buruh dan pekerja namun menguntungkan para investor atau pemilik modal.
Selain isi UU yang penuh kontroversi, pelaksanaan sidang yang tampak sengaja dilaksanakan secara
sembunyi hingga memilih waktu tengah malam atau dini hari, memunculkan
kecurigaan di tengah masyarakat.
Bermacam golongan turun ke
jalan dalam aksi yang terjadi beberapa hari ini. Ada yang dari
mahasiswa,pelajar sekolahan(lebih dikenal dengan STM) dan juga kaum buruh dan
pekerja. Terbayang bukan bagaimana gentingnya keadaan di Indonesia ini?
Setelah ini, saya akan berbagi
tentang apa yang saya lihat dan saya benci dari aksi demonstrasi ini. Memang
menyampaikan aspirasi dengan cara unjuk rasa atau demonstrasi merupakan hak
semua rakyat yang dilindungi undang-undang dalam negara demokrasi. Namun ada
saja hal negatif yang dirasakan oleh para massa aksi sendiri maupun oleh orang
lain yang ada di sekitar tempat digelarnya aksi tersebut, maka dari itu
terlepas dari sisi baik yang kita dapat namun ada juga sisi buruk yang harus kita hindari dalam berunjuk rasa. Tetntunya
dengan alasan demi kebaikan bersama dan juga supaya saya berhenti membenci. Wkwkwk.
a)
Provokator
Provokator
dalam aksi atau demo kerap kita temui. Biasanya mereka muncul di penghujung
aksi. Peran mereka dalam demo adalah memancing amarah massa dan aparat keamanan
supaya bentrok antara keduanya. Banyak atau sedikit, pasti akan ada korban
dibalik aksi yang anarkis. Parahnya lagi bahkan sampai meninggal dunia, entah
itu dari aparat ataupun massa aksi.
Inilah alasan mengapa saya membenci provokator. Sebab dengan adanya mereka, niat baik massa akan rusak, bahkan niat aparat yang awalnya adalah untuk menjalankan tugas mulia menjaga keamanan dan jiwa, akhirnya bisa menjelma menjadi predator kejam yang seakan-akan membasmi hama negara. Begitupun massa juga akan merasa bahwa dirinya dikhianati oleh penjaga keamanan mereka sendiri, rasa amannya bahkan ditebas pentungan nyasar dan gas air mata.
b)
Pembuat gaduh yang sembunyi
Sengaja
saya tidak menggunakan kata pemerintah/pejabat, karena meskipun
pemerintah yang biasanya memancing adanya demo, namun tak menutup kemungkinan
bahwa instansi-instansi lain juga bisa menjadi aktor penggantinya.
Biasanya,
para pembuat gaduh akan bersembunyi ketika sudah didatangi massa, baik itu
banyak ataupun sedikit. Dia /mereka takut untuk menampakkan wajahnya dan
kemudian berdialog bersama massa. Tidak perlu kiranya saya memberikan contoh
para pelaku, karena memang sejak dulu kita melihat sendiri siapa mereka yang
bersembunyi ketika didemo dan siapa mereka yang berani bertanggung jawab lalu
berdialog dengan massa pendemo.
Sikap
mereka dengan bersembunyi juga menjadi salah satu penyebab massa bertindak
anarkis, maka jangan salahkan massa apabila mudah terprovokasi untuk berbuat
anarkis! Karena memang dalam keadaan lelah semua orang mudah dipengaruhi untuk
kemudian menjadi marah dan kejam.
c)
Penunggang
gelap
Penunggang
gelap merupakan dia/mereka yang punya kepentingan dan berharap mendapatkan
keuntungan besar dibalik terlaksananya demo baginya. Mereka bahkan rela
mengeluarkan hartanya untuk dibagikan pada massa agar mendemo siapa yang
menjadi target mereka, baik individu ataupun instansi, baik milik negara
ataupun swasta.
Penunggang gelap akan menyuplai energi semangat dan
materi bagi massa setelah keresahan massa yang menjadi alasan untuk turun
jalan. Penunggang gelap tidak hanya menunggangi massa untuk mendemo targetnya,
bisa saja dia juga menunggangi provokator untuk memprovokasi massa yang
kemudian nanti akan rugi adalah massa
atau siapapun yang ada di lapangan saat itu. Intinya penunggang gelap
itu licik dan harus punah.
Setelah
beberapa hal yang saya sebutkan dan coba saya paparkan di atas, maka bisa kita
tarik kesimpulan, bahwa dalam hal negatif yang terjadi di lapangan sebagian
besar merupakan ulah dari pihak ketiga(selain massa dan aparat keamanan).
Karena kita semua tahu bahwa petugas keamanan yang ada di lapangan, pada saat
itu posisi mereka adalah sebagai abdi negara. Apapun yang negara perintahkan
harus mereka lakukan sebagai wujud dari sumpah setia yang mereka ucapkan ketika
awal memasuki profesinya.
Juga demikian dengan massa yang hanya bermodal
panggilan hati nurani untuk turun jalan , mereka sangat tidak pantas untuk
diperlakukan atau dianggap sebagai musuh negara dengan cara apapun. Apalagi
sampai dengan memukul dan menghajarnya habis-habisan. Aparat juga harus sadar
diri, sebab mereka dilengkapi pengaman diri dan juga senjata. Maka dengan itu,
seharusnya aparat adalah menahan, bukan melawan. Sebab sekali pukul, massa bisa
luka atau sekarat. Sedangkan aparat tidak gampang tumbang hanya dengan lemparan
batu. Ah sudahlah, aku tak harus Panjang-panjang dalam hal ini, semua kita
sudah tahu harus bagaimana menyikapinya.
Kemudian akhirnya, aparat dan massa sama-sama
menjalankan tugas mulia. Sangat tidak pantas apabila keduanya saling bantai.
Kalau suka hal-hal seperti itu, ikut saja event-event resmi yang ada. Jangan
lakukan di jalan, apalagi diselipkan dalam suasana penyampaian aspirasi. Sangat
tidak pantas dilakukan manusia yang masih mengaku punya hati Nurani.
Aparat kalau
memang hobi memukul dan membasmi hama negara, silahkan basmi mereka yang
merugikan negara dengan cara-cara halus dibalik kursi jabatan, atau juga
beberapa daftar yang sudah saya sebutkan di atas. Mereka hama negara. Basmilah
wahai para aparat yang terhormat. Jangan diam!
Penulis; Ahmad fikri, salah satu mahasantri Ma`had Aly
Hasyim Asy`ari PP.Tebuireng yang berasal dari Sumenep
0 komentar:
Posting Komentar