Apa itu mindfulness?
Sebagai seorang umat beragama, tentunya
kita mengenal istilah khusyuk dan syukur. Sebuah istilah yang banyak dikaitkan
dengan keadaan batin seseorang. Katanya, untuk menjadi seorang hamba yang dekat
dengan tuhannya, kita harus pandai bersyukur, pun khusyuk saat melakukan
perjumpaan dengan Tuhan. Siapa sangka, dalam ilmu psikologi ternyata terdapat
sebuah istilah yang dapat mendefinisikan istilah syukur dan khusyuk dengan
sangat baik.
Mindfulness adalah sebuah istilah yang merujuk pada
praktik untuk menyadari kenyataan dan realitas yang benar-benar terjadi pada
masa kini, sekaligus hadir dan menerima segala lika-liku yang melingkupinya apa
adanya (present moment). Jika diperhatikan secara seksama maka akan
terlihat pola hubungan antara praktik mindfulness dengan sikap syukur
dan khusyuk yang ditekankan dalam istilah keagamaan, yaitu kesadaran penuh untuk menikmati segala
peristiwa yang hadir dengan hati lapang untuk menerimanya. Dalam ilmu
psikologi, praktik mindfulness ini penting untuk dilakukan bagi setiap
individu karena memiliki beragam manfaat yang dapat meningkatkan kualitas hidup
praktisinya.
Harvard University pernah melakukan riset tentang
praktik mindfulness ini. Riset tersebut kemudian berkesimpulan bahwa
seseorang yang sering berlatih mindfulness dalam realitas kehidupannya,
cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Di mana kemungkinan mereka
terserang dan terjerembab pada pikiran negatif, stres, hingga gangguan
kecemasan lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang tidak. Saya dibuat kagum
saat menyadari pola hubungan dari praktik mindfulness dengan sikap
syukur dan khusyuk dalam agama.
Dalam perintah agama dijelaskan bahwa
ketika seseorang mampu untuk bersyukur atas segala nikmat yang dimilikinya,
maka Tuhan menjamin akan menambah kenikmatan tersebut. begitupun sebaliknya,
ketika kita tidak mampu menyemai rasa syukur, kita akan ditimpa dengan
kemalangan.
Pada awalnya, saya memaknai term tersebut
dengan sangat sederhana, pemahaman yang cenderung materialistis. Saya memahami,
bahwa ketika Tuhan memberikan saya nikmat sebuah mobil, kemudian saya
mensyukuri nikmat tersebut maka tuhan akan menambah nikmat saya menjadi sebuah
mobil dan dua buah sepeda motor misalnya. Begitu seterusnya. Maka tak heran,
jika dalam realitas sosial, kebanyakan dari manusia berhenti dan merasa lelah
untuk mensyukuri segala realitas yang tidak sesuai dengan keinginannya karena
merasa semuanya terlalu sia-sia dan tak kunjung menemukan titik akhir.
Anggapan tersebut tak sepenuhnya keliru.
Karena dalam beberapa kondisi, penambahan nikmat yang dimaksud dapat berupa
nikmat material yang secara fisik dapat dilihat dan dirasakan. Kendati demikian,
jika kita perhatikan pola dari praktik mindfulness sendiri, dapat kita
sadari bahwa dengan melakukan praktik mindfulness, Kita dapat merasakan
sebuah kenikmatan yang datang dari dalam diri, terlepas dari segala nikmat
materi yang datang dari luar. Seperti ketenangan batin,
terhindar dari distraksi (pikiran yang terbagi) dalam berpikir, peningkatan
produktivitas, dan kemungkinan untuk mengalami stress dan depresi yang lebih
kecil.
Selain itu, sebuah studi yang dilakukan
oleh Harvard Bussiness school menyatakan bahwa untuk memiliki kualitas hidup
yang lebih baik. Seorang individu setidaknya perlu melakukan praktik mindfulness
atau refleksi seperti meditasi dan lain-lain
sekurang-kurangnya 15 menit setiap harinya. Dari studi tersebut juga kemudian
disimpulkan bahwa seseorang yang terbiasa melakukan refleksi atas kehidupan dan
segala aktifitas dirinya, mengalami kenaikan produktivitas hingga 23%. Kendati
demikian, di tengah kemajuan teknologi yang semakin pesat, umat manusia
digadang-gadang justru semakin sulit untuk dapat melakukan praktik mindfulness
ini.
Salah satu faktor yang menjadikan seorang
individu sulit untuk melakukan praktik mindfulness atau fokus pada
situasi kini adalah karena pola pikir manusia yang mudah terdistraksi dengan
keadaan lampau maupun mendatang. Pada kasus lain. hadirnya media sosial di
tengah kemajuan dan derasnya arus informasi memberi dampak lain terhadap
kualitas hidup seseorang, yaitu masifnya praktik membandingan kehidupan yang
kita miliki dengan kehidupan individu lain, dan berujung pada tidak mindful-nya
(fokus) kehidupan kita sendiri.
Amanda Margaret dari Universitas Diponegoro
menjelaskan, bahwa praktik mindfulness setidaknya memiliki 4 komponen
utama yang dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang di antaranya; Memaafkan (forgiveness),
Berpikir rasional (rationality), Penerimaan (acceptance), dan
Bersyukur (gratitude).
Forgiveness atau memaafkan, berkonotasi pada proses
memaafkan segala hal buruk yang tidak sesuai dengan keinginan diri di masa
lampau. Pada konotasi ini dinyatakan, bahwa seorang praktisi mindfulness memiliki
kecenderungan untuk lebih mampu memaafkan sekaligus bersikap toleran atas segala
hambatan serta hal buruk yang terjadi. Di lain sisi, pelaku praktik mindfulness
juga dapat melatih kesadaran diri agar dapat bersikap lebih rasional, dan
terhindar dari segala perilaku impulsive (tindakan tidak rasional).
Hal tersebut disebabkan oleh latihan mindfulness
pada segala aktivitas yang terjadi. Sehingga secara tidak langsung otak dan
pikiran kita dilatih untuk menyadari segala tindak-tanduk dan keputusan yang
dibuat dalam hidup. Kemudian, praktik ini juga dapat mengantarkan praktisinya
pada proses penerimaan dan rasa syukur terhadap segala kejadian yang terjadi.
Sehingga praktisinya dapat memaknai dan menerima segala lika liku kehidupan
dengan hati lapang.
Dari pengalaman saya bertemu berbagai macam
individu. Manusia era modern cenderung mudah untuk mengotak-ngotakkan segala
problematika kehidupan. Misalnya musibah yang menimpa dirinya akan dikatakan
sebagai sebuah nasib buruk. Begitupun sebaliknya, ketika mendapatkan sebuah
keberuntungan, maka dengan mudah menganggapnya sebagai sebuah nasib baik.
Saya pernah membaca sebuah Cerita Rakyat Cina
yang menjelaskan tentang nasib buruk dan nasib baik manusia. Cerita rakyat
tersebut menjelaskan tentang kemungkinan hadirnya keberuntungan setelah
kemalangan. Begitupun sebaliknya . Sehingga apa yang perlu dilakukan oleh
seorang manusia hanyalah menjalani segala aktivitas yang ada dengan
sebaik-baiknya, dengan cara hadir, utuh, dan fokus pada masa kini.
Praktik mindfulness yang dimaksudkan
dengan hidup pada masa kini, sekarang dan saat ini bukan berarti melalaikan
masa depan. Dalam praktik mindfulness, manusia dapat mempersiapkan masa
depan dengan sebaik-baiknya, dengan hidup secara maksimal pada masa kini.
Sehingga hal tersebut tentunya tidak selaras dengan sikap menyerah dan cenderung
pasrah, menyerahkan semua kejadian hanya pada takdir semata, tanpa adanya usaha
yang menyertai.
Dari beberapa uraian di atas, dapat kita
lihat bagaimana manfaat dan korelasi dari praktik mindfulness dengan
sikap khusyuk dan syukur yang ada dalam agama. Bahwa anjuran untuk bersyukur
dan khusyuk dalam melakukan suatu kegiatan tidak hanya bermanfaat dan
dianjurkan dalam aspek spiritual saja. Sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya, ahli jiwa terkemuka dunia juga menganjurkan agar setiap warga dunia
tetap menjaga kewarasan dalam menjalani hiruk pikuk yang ada dengan latihan mindfulness.
Praktik tersebut juga memperlihatkan tentang bagaimana kualitas hidup seseorang
dapat terjaga di tengah kemajuan zaman seperti saat ini dengan terus menyadari,
mensyukuri, dan fokus untuk mengembangkan kualitas hidup kita pada masa kini.
Wallahu ‘alam
Penulis: Nanda Dwi Sabriana
0 komentar:
Posting Komentar