2020
nampaknya akan menjadi salah satu tahun yang akan selalu diingat oleh semua
orang. Banyak hal baru terjadi di 2020, salah satunya yaitu virus COVID-19 yang
masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020 dan mulai mengubah tatanan kehidupan
sebelumnya. COVID-19 atau Corona sendiri sebenarnya pertama kali muncul pada
akhir tahun 2019 di Wuhan yang kemudian menjadi wabah dan menyebar ke lebih
dari 100 negara. Salah satunya Indonesia, yang pada saat awal kemunculannya
mematahkan mitos bahwa Indonesia “kebal” dari Corona. Kehadirannya pun memaksa
manusia untuk mengubah sistem kehidupan yang semula ada. Banyak sektor yang
kemudian terpengaruh oleh adanya virus ini, salah satunya pendidikan.
Persebaran
virus Corona yang cenderung cepat mendorong pemerintah harus segera membuat
kebijakan baru untuk meminimalisir persebaran tersebut. Merespon hal tersebut,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim pun
merumahkan seluruh siswa untuk belajar di rumah. Sebenarnya tidak hanya pelajar
yang “dirumahkan”, guru, karyawan, dan pekerja lain pun harus tetap di rumah
sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus. Corona bukan hanya tantangan untuk
Wuhan, tapi untuk semua manusia di dunia ini.
Bagi
mahasiswa sendiri, belajar di rumah pun merupakan suatu tantangan baru. Setelah
terbiasa dengan kesibukan di kampus baik itu tugas kuliah yang tidak ada
habisnya maupun kegiatan organisasi yang tidak ada hentinya, kami para
mahasiswa harus beradaptasi lagi dengan hal-hal yang serba “di rumah”. Banyak
hal baru yang harus disesuaikan untuk menyelaraskan kehidupan kembali, meskipun
sebenarnya kehidupan sebelumnya juga tidak laras-laras amat. Beberapa hal yang
sangat sulit dihindari mahasiswa selama pandemi yaitu:
Kolaborasi Jadwal Kuliah dan Jadwal Rumah
Hal yang
pertama yaitu harus bisa menyeimbangkan antara jadwal rumah dan jadwal kuliah.
Mahasiswa yang identik dengan kebiasaan merantau, harus beradaptasi kembali
dengan sistem belajar yang sebelumnya mereka lakukan di tanah rantau. Baik itu
antar kota, antar provinsi, antar pulau, atau bahkan antar negara.
Kuliah di
rumah dengan jadwal yang pastinya tidak bisa diganggu gugat membuat mahasiswa harus
pintar-pintar membagi waktu untuk bisa fokus belajar. Padahal di rumah juga ada
kerjaan yang wajib dikerjakan. Siapa pun kita, anak laki-laki atau perempuan
kalau di rumah pastinya ada kewajiban untuk membantu pekerjaan orang tua, mau
itu bersih-bersih, memasak, mencuci, atau
pekerjaan yang lain. Kecuali untuk mereka anak sultan sih. Intinya, tugas
kuliah yang terus berjalan tanpa henti dan pekerjaan rumah yang terkadang tidak
bisa diajak kompromi harus kita kolaborasikan agar target kuliah tetap bisa tercapai.
Kualitas Pembelajaran
Tantangan
selanjutnya yaitu kualitas dari pembelajaran itu sendiri. Kuliah online
sejatinya memberi jarak ruang dan waktu, sehingga proses pembelajaran tidak
akan leluasa sebagaimana di kelas. Materi yang minim penjelasan dan tingkat
fokus yang kadang naik turun membuat suasana pembelajaran terasa menjemukan.
Alhasil diskusi yang tercipta sebatas “iya pak, baik bu, terimakasih”.
Walaupun sebenarnya ruang keaktifan terbuka sama lebarnya antara kuliah
di kelas maupun di rumah, tapi yo tetap saja perbedaan ruang dan waktu
itu membuat kita benar-benar berjarak fisik dan pikiran.
Belum lagi derita
menjadi anggun alias anak gunung yang sinyalnya kadang-kadang tidak bisa
dinegosiasi, padahal kalau tidak ada sinyal kan susah juga mau lancar ikut
perkuliahan. Apalagi kalau kalian punya adik kecil, pasti tau dong rasanya dirusuhi
anak kecil. Kuliah di rumah membuat kita mempertanyakan kembali kualitas sebagai
mahasiswa yang katanya agent of change.
Susahnya cari referensi
Selain dua
hal di atas, permasalahan yang sama pentingnya yaitu minimnya referensi yang
kita dapatkan. Kalau di kampus sudah disediakan perpusatakaan lengkap dengan
fasilitas nyaman untuk mengerjakan tugas. Maka di rumah, kita dituntut untuk
pandai mencari buku-buku online sebagai rujukan untuk mengerjakan tugas.
Meskipun buku pdf sudah sama bertebarannya dengan bintang kecil, namun tetap
saja buku fisik lebih banyak dibutuhkan ketika mengerjakan tugas, pun karena
tidak semua buku ada versi pdf-nya.
Terlebih,
buku fisik memberi kenyamanan tersendiri bagi beberapa orang. Bisa menghirup
aroma bukunya, tidak membuat mata sakit untuk dibaca lama-lama, dan tentunya
bisa diberi tanda di bagian yang kita inginkan. Belum lagi mereka yang
mengambil jurusan dengan beberapa mata kuliah praktikum. Sangat menyenangkan
bukan menyiapkan praktikum, mengerjakan praktikum, dan membuat laporan
praktikum sendiri di rumah.
Yang Patut Disyukuri
Beberapa hal
di atas memang terasa berat untuk saat ini,
namun yang harus kita sadari adalah bahwa kita menjadi punya banyak waktu untuk
berkumpul bersama keluarga, kita juga bisa bebas ke kamar mandi tanpa antre
seperti di kampus, sistem pencernaan pun sangat terjaga ketika di rumah, tidak
seperti di kos biasanya. Selain itu, pasti ada hikmah yang dapat kita petik
dari adanya virus ini untuk kita jadikan evaluasi di kemudian hari.
Hal-hal tersebut memang sudah menjadi bagian dari takdir untuk kita jalani. Selain melatih kesabaran, tentunya juga melatih diri kita untuk selalu siap mengahadapi situasi dan kondisi apapun. Melatih kita untuk bisa sigap menghadapi apa yang terjadi di depan kita. Setiap zaman kan memang mempunyai tantangan yang berbeda-beda. Sebagai agent of change, siap berubah menjadi lebih baik itu utamanya. Masalah pikiran pusing, tekanan batin yowes jalani saja.
Oleh: Alfa Puspita Nahara
0 komentar:
Posting Komentar